Mengenal Sosok Pahlawan Nasional Prof Dr M Sardjito
Prof Dr M Sardjito adalah dokter yang menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Anita Kusuma Wardana
TRIBUNTIMURWIKI.COM - Prof Dr M Sardjito adalah dokter yang menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesia.
Pemberian gelar diberikan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada perwakilan keluarga di Istana Negara, Jumat (8/11/2019).
Pada masa perang kemerdekaan, ia ikut serta dalam proses pemindahan Institut Pasteur di Bandung ke Klaten.
Selanjutnya ia menjadi Presiden Universiteit (sekarang disebut Rektor) Universitas Gadjah Mada yang pertama dari awal berdirinya UGM tahun 1949 sampai 1961.
Melansir dari Kompas Keberadaan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito di Yogyakarta bukanlah tanpa alasan.
Nama Prof Dr Sardjito disematkan sebagai nama rumah sakit atas dedikasinya dalam bidang pendidikan dan kesehatan pada era perjuangan kemerdekaan.
Sardjito merupakan putra dari seorang guru bernama Sajit.
Sardjito lahir pada tanggal 13 Agustus 1889 di Desa Purwodadi, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Pada tahun 1907 Sardjito menyelesaikan pendidikan formalnya di Sekolah Belanda Lumajang.
Setelah itu, Sardjito melanjutkan pendidikan di STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen), Jakarta, dan berhasil Iulus pada tahun 1915.
Lulus dari Stovia, ia bekerja sebagai dokter di Rumah Sakit Jakarta selama kurang satu tahun, lalu pindah ke Institut Pasteur Bandung sampai tahun 1920. Jiwa Sardjito sebagai seorang peneliti berkembang ketika ia mengikuti tim penelitian khusus di influenza di Institut Pasteur. Pada waktu itu, influenza menjadi momok bagi masyarakat.
Sebagai seorang dokter, Sardjito telah mencatat penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi masyarakat, di antaranya, obat penyakit batu ginjal (Calcusol), dan obat penurun kolestrol (Calterol). Ia menekankan agar kedua obat tersebut tidak dijual mahal.
"Tidak boleh menjual obat ini mahal-mahal. Obat ini untuk rakyat. Banyak rakyat yang menderita penyakit batu ginjal. Kasihan kalau mereka harus operasi," ujar Sardjito sebagaimana dikutip dari catatan makalah Prof. Dr. A.M. Hendropriyono.
Pejuang kemerdekaan dan peneliti multidisipliner
Pada masa revolusi kemerdekaan, Sardjito telah memberikan kontribusi nyata dalam membantu para pejuang kemerdekaan. Sardjito menciptakan makanan ransum bernama Biskuit Sardjito untuk para tentara pelajar yang sedang berjuang di medan perang.
Ia juga menciptakan vaksin anti penyakit infeksi untuk Typus, Kolera, Disentri, Staflokoken dan Streptokoken.
Pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, di tengah perlawanan Belanda dan Sekutu, Sardjito memindahkan buku-buku milik sekolah tinggi kedokteran di Klaten dan Solo melalui kereta api.
Pada saat yang sama, Institut Pasteur berpindah ke Klaten. Proses pengajaran pun berada di bawah tekanan konflik, dosen dan mahasiswa bergantian memegang senjata dan pena.
Sardjito merupakan perintis serta rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1950-1961, lalu menjabat sebagai rektor Universitas Islam Indonesia (UII) pada tahun 1961-1970.
Ia merupakan peneliti yang menggunakan pendekatan multidisipliner. Hal itu dibuktikan dengan karyanya berjudul "The Occurence in Indonesia of Two Diseases Rhinoscleroma and Bilharziasis Japonica Whose Spread is Rooted Deep in the Past". Karya ini dilakukan bersama ahli Paleoantrophologi G.H.R von Koenigswald.
Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) mengajukan Prof. Dr. Sardjito, MD, MPH untuk memperoleh gelar pahlawan nasional.
Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan, bagi masyarakat Indonesia khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, nama Sardjito sudah tidak asing dan identik dengan nama rumah sakit umum pusat di Yogyakarta. Menurut Panut, nama Sardjito disematkan untuk menghargai jasa di bidang kesehatan dan pendidikan khususnya kedokteran.
"Sosok bersahaja Sardjito dalam kepribadiannya memiliki semboyan dengan memberi akan menjadi kaya semua itu tidak hanya menjadi semboyan belaka karena diamalkan sampai akhir hayat," kata Panut dalam Seminar Nasional Dalam Rangka Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional bagi Prof. Dr. M. Sardjito, MPH di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Sosok Sardjito saat muda dinilai sebagai sosok yang rajin, pandai, dan tekun. Panut juga melihat Sardjito memiliki semangat yang kuat dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Kiprah Sardjito yang besar berkontribusi dalam mempertahankan dan mengisi perjuangan kemerdekaan.
Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional
Dilansir dari Tribunnews almarhum Prof. Dr. M. Sardjito mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesia.
Pemberian gelar diberikan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada perwakilan keluarga di Istana Negara, Jumat (8/11/2019).
Dyani Poedjioetomo yang merupakan cucu Sardjito mengaku bersyukur perjuangan kakeknya diapresiasi dengan diberi gelar Pahlawan Nasional.
Menurutnya, kakeknya merupakan sosok yang menjadi panutan keluarga dan telah berjuang untuk kepentingan masyarakat di bidang kesehatan.
"Beliau memiliki moto dengan memberi, kami menjadi kaya. Maksudnya kita jangan segan-segan memberi, karena itu akan membuat kita lebih kaya lagi," ucap Dyani saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Biodata
Nama lengkap: Prof Dr M Sardjito
Tempat , tanggal lahir: Magetan, 13 Agustus 1889
Meninggal dunia: 5 Mei 1970
Tanda Kehormatan yang dimiliki Sardjito, yaitu :
1. Bidang Gerilya pada 1958
2. Bintang Mahaputera Utama pada 1961
3. Bintang Mahaputera Adipradana pada 1970
4. Satyalancana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan pada 1961
5. Satyalancan Karya Satya pada 1961
(*)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!