Bissu
Komunitas Bissu Kini Makin Terpinggirkan
Para Bissu tidak jarang digambarkan dan dianggap sebagai waria, hal ini disebabkan oleh kesalahpahaman masyarakat awam dalam banyak sejarah
Pesatnya agama Islam di Sulawesi membuat peranan bissu mulai ditinggalkan. Mereka tidak lagi menetap di kerajaan, melainkan berkumpul dengan masyarakat sekitar.
Bahkan, saat pemberontakan DI/TII yang dipimpin Kahar Mudzakar, bissu–bissu ini dibunuh serta dipaksa untuk menjadi laki-laki sejati sesuai ajaran agama.
“Saat ini ada dua buah kubu bissu. Kubu pertama adalah bissu yang benar-benar mempertahankan tradisi leluhur, dan bissu kedua yang melepaskan nilai kesrakalan,” ujar Puang Upe yang sampai saat ini ikut dalam kubu pertama.
Puang Upe melanjutkan, regenerasi menjadi kegetiran mereka saat ini. Meski ia belum bisa menjawabnya sampai sekarang, ia yakin bila kehidupan bissu akan tetap ada berdampingan dengan generasi selanjutnya.
Panggilan–panggilan gaib itu akan terus mendatangi calon-calon bissu berikutnya dengan waktu yang tidak bisa ditentukan.
Ariyanti Sultan, Pencipta Tari dari Institut Seni Indonesia yang juga mendalami kehidupan bissu di Sulawesi ini mengatakan bahwa kehidupan bissu di masa sekarang dan mendatang akan terancam.
Menurutnya, ada dua faktor yang berpengaruh yakni perubahan sistem pemerintah dari sistem kerajaan menjadi kesatuan, serta sulitnya bissu beradaptasi di era teknologi komunikasi saat ini. Untuk itulah, persoalan yang muncul adalah regenerasi dan kepemimpinan baru para bissu.
Bissu perlu diberikan ruang tersendiri untuk hidup karena merupakan bagian dari budaya. Peranan mereka dalam upacara-upacara adat seharusnya bisa didayagunakan kembali untuk meningkatkan daya tarik wisata di sana.
“Upacara ritual dan bissu sudah menjadi icon wisata. Seharusnya pemerintah memberikan ruang untuk ini karena merupakan local wisdom yang bagus dan menarik. Sayangnya, pemerintah tidak memperhatikan icon pariwisata ini,” kata Ariyanti.
Entah sampai kapan bissu-bissu ini akan dilirik oleh pemerintah untuk turut serta dalam pengembangan budaya dan pariwisata. Bissu dan upacara ritual adalah kekayaan budaya yang mahal nilainya. Di tengah kekhawatiran akan klaim budaya negara lain, setidaknya bissu juga menjadi catatan khusus pemerintah sebagai warisan budaya asli Indonesia.
Pesatnya agama Islam di Sulawesi membuat peranan bissu mulai ditinggalkan. Mereka tidak lagi menetap di kerajaan, melainkan berkumpul dengan masyarakat sekitar. Bahkan, saat pemberontakan DI/TII yang dipimpin Kahar Mudzakar, bissu–bissu ini dibunuh serta dipaksa untuk menjadi laki-laki sejati sesuai ajaran agama.
“Saat ini ada dua buah kubu bissu. Kubu pertama adalah bissu yang benar-benar mempertahankan tradisi leluhur, dan bissu kedua yang melepaskan nilai kesrakalan,” ujar Puang Upe yang sampai saat ini ikut dalam kubu pertama.
Puang Upe melanjutkan, regenerasi menjadi kegetiran mereka saat ini. Meski ia belum bisa menjawabnya sampai sekarang, ia yakin bila kehidupan bissu akan tetap ada berdampingan dengan generasi selanjutnya. Panggilan–panggilan gaib itu akan terus mendatangi calon-calon bissu berikutnya dengan waktu yang tidak bisa ditentukan.
Ariyanti Sultan, Pencipta Tari dari Institut Seni Indonesia yang juga mendalami kehidupan bissu di Sulawesi ini mengatakan bahwa kehidupan bissu di masa sekarang dan mendatang akan terancam.
Menurutnya, ada dua faktor yang berpengaruh yakni perubahan sistem pemerintah dari sistem kerajaan menjadi kesatuan, serta sulitnya bissu beradaptasi di era teknologi komunikasi saat ini. Untuk itulah, persoalan yang muncul adalah regenerasi dan kepemimpinan baru para bissu.
Bissu perlu diberikan ruang tersendiri untuk hidup karena merupakan bagian dari budaya. Peranan mereka dalam upacara-upacara adat seharusnya bisa didayagunakan kembali untuk meningkatkan daya tarik wisata di sana.
“Upacara ritual dan bissu sudah menjadi icon wisata. Seharusnya pemerintah memberikan ruang untuk ini karena merupakan local wisdom yang bagus dan menarik. Sayangnya, pemerintah tidak memperhatikan icon pariwisata ini,” kata Ariyanti.
Entah sampai kapan bissu-bissu ini akan dilirik oleh pemerintah untuk turut serta dalam pengembangan budaya dan pariwisata. Bissu dan upacara ritual adalah kekayaan budaya yang mahal nilainya. Di tengah kekhawatiran akan klaim budaya negara lain, setidaknya bissu juga menjadi catatan khusus pemerintah sebagai warisan budaya asli Indonesia.(*)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!