Kisah Opu Daeng Risaju yang Rela Lepas Pin Bangsawan Demi Lawan Penjajah Belanda
Nama Opu Daeng Risaju, bagi sebagian masyarakat Sulsel, adalah sosok pahlawan perempuan yang gagah berani.
Kegiatan politik yang dijalankan oleh Opu Daeng Risaju dianggap Belanda sebagai sebuah ancaman. Oleh karena itu, tatkala Daeng Risaju hendak meresmikan pembentukan ranting PSII di Malengke, ia berserta tujuh puluh anggota ranting tersebut ditangkap oleh penjajah.
Daeng Risaju dijatuhi hukuman penjara selama 13 bulan di Masamba. Namun ketika masa hukuman mencapai 8 bulan, ia dibebaskan.
Selepas dipenjara, semangat Opu Daeng Risaju untuk melawan penjajah tidak pernah goyah dan justru semakin kuat.
Hal yang sama juga dirasakan oleh anggota-anggota PSII lainya. Namun, pada suatu hari Daeng Risaju dipanggil ke Istana dan diminta untuk menghentikan kegiatan partainya.
Karena ketika ia diperlakukan tidak baik oleh penjajah, hal tersebut dapat merusak citra kebangsawanan adat Luwu. Mendengar hal tersebut, Daeng Risaju menjawab dengan sangat tegas, seraya berkata:
“Kalau hanya dengan adanya darah daging bangsawan dalam tubuhku lalu saya harus meninggalkan partai, lebih baik saya menanggalkan darah daging bangsawan itu.”
Kemudian ia membuka peniti kebayanya dan berkata: “Di mana darah daging bangsawan itu? Di sini? irislah! Supaya Datu dan adat tidak perlu terhina jika saya diperlakukan tak sepantasnya.”
Peristiwa tersebut mengakibatkan pencopotan gelar kebangsawanan Daeng Risaju. Keputusan Datu dan adat tersebut banyak dipengaruhi oleh anggota adat yang tidak suka dengan perjuangan Daeng Risaju.
Hal ini dikarenakan mayoritas dari mereka telah berafiliasi kepada pihak penjajah yaitu Nederlands Indie.
Berbagai cobaan terus berdatangan, kegigihan Daeng Risaju kembali diuji dengan permasalahan rumah tangganya.
Muhammad Daud diintimidasi oleh anggota adat dan penguasa kolonial Belanda agar menghentikan kegiatan politik istrinya, sehingga mengakibatkan perceraian.
Selain itu, pada tahun 1934, selepas menghadiri kongres Serikat Islam Indonesia di Batavia yang diadakan pada tahun 1933. Ia kembali ditangkap oleh penjajah dan dihukum penjara selama 14 bulan.
Jerih payah yang telah dilakukan akhirnya membuahkan proklamasi kemerdekaan. Opu Daeng Risaju tersenyum mendengar berita tentang kemerdekaan Indonesia.
Namun, kebahagiaan tersebut harus seketika sirna tatkala tentara Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA) mulai berdatangan di beberapa daerah di Indonesia.
Daeng Risaju kembali menjadi sasaran penangkapan NICA. Ia ditangkap dan dipaksa jalan kaki 40 km dari desa La Tonre hingga Watampone di usia yang sudah tua.
Opu Deng Risaju menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 10 Februari 1964, ketika usianya mencapai 83 tahun.
Ia dimakamkan di sekitar makam raja-raja Luwu di Palopo. Perjuanganya dalam melawan penjajah sangatlah berarti bagi lahirnya kemerdekaan Indonesia.
Tepat 42 tahun setelah wafatnya, pada 3 November 2006, Opu Daeng Risaju ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.(*)
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!